Oleh:
Ayu Amaliyah
Mardhotillah
09.520.0061 / A
Universitas PGRI Adi Buana
Surabaya
ABSTRAK
Sebagai wacana sastra, konteks
penyampaian makna dari sebuah puisi selalu disampaikan secara tersirat oleh
penyair. Siratan makna terkadang disampaikan dengan lambang (Semiotik).
Pendekatan yang cocok untuk digunakan dalam puisi ini yakni pendekatan Semiotik,
yang membahas mengenai ikon, indeks, dan simbol dalam sebuah puisi. Fokus
pembahasan yakni pada hasil analisis puisi Kompas
yang berjudul “Daun Jendela” karya Pringadi Abdi Surya dengan menggunakan
pendekatan Semiotik.
Kata Kunci :
makna, puisi, semiotik
PENDAHULUAN
Puisi
mudah dijumpai di kolom sastra pada edisi hari Minggu pada surat kabar yang
terdiri sebanyak 4-6 puisi. Terkadang pembaca susah memahami isi maksud yang
pengarang sampaikan, namun ada pula yang bisa langung menebak maksud pengarang
yang disampaikan melalui puisi tersebut. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh
pembaca agar mengetahui makan yang tersimpan dalam puisi tersebut, salah
satunya membacanya berulang-ulang, mencari unsur-unsur dasar dalam puisi (unsur
intrinsik), atau menggunakan teori atau pendekatan dalam mengkaji karya sastra.
Bahasa
yang terdapat dalam sebuah puisi terkadang terlalu susah dicari maknanya,
karena bahasa dalam puisi bersifat ambigu dan homonitas, yangtentunya tidak
dapat dilepaskan dengan sifatnya konotatif (Sutejo, 2009:112). Tujuan ddari
penelitihan ini unutk mendapatkan makna dari lambang bahasa yang terdapat dalam
puisi. Dan dari situlah penulis mencoba untuk menganalisis puisi yang ada dari
sebuah judul “Daun Jendela” karya Pringadi Abdi Surya dari Kompas, dengan menggunakan pendekatan Semiotik.
PENDEKATAN
SEMIOTIK DALAM MENGKAJI SEBUAH PUISI
Semiotik
adalah ilmu yang pempelajari tentang tanda yang mempunyai makna. Tokoh dalam
semiotik terdiri atas Ferdinan de Saussure, dan Charles Sander Pierce. Menurut
Sariban, (2009:44-45) konsep Semiotik menurut Ferdinan de Saussure menjelaskan
bahwa tanda mempunyai dua aspek, yakni penanda (signifier), dan petanda (signified).
Penanda adalah bentuk formal yang menandai suatu petanda. Penanda adalah bentuk
formal bahasa, sedangkan petanda adalah arti yang ditimbulkan oleh bentuk
formal.
Konsep
Semiotik menurut Charles Sander Pierce merupakan hubungan antara petanda dan
penanda, yang terdiri dari ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda yang
menunjukan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara petanda dan penanda.
Indeks adalah tanda yang menunjukan hubungan kausualitas (sebab-akibat). Simbol
adalah tanda yang menunjukan tidak adanya hubungan alamiyah antara penanda dan
petanda (bersifat arbiter) (Sariban, 2009:45-46).
METODE
PENELITIAN
Metode
penelitihan yang digunakan dalam menganalisis pendekatan
Semiotik dalam puisi “Daun Jendela” menggunakan metode
penelitian deskripsi kualitatif. Metode ini dibagi dalam
tiga tahap, yaitu tahap pengumpulan data, tahap penganalisisan data, dan tahap
penyajian data.
1.
Tahap Pengumpulan Data
Data-data yang diambil sebagai objek menganalisis puisi “Daun Jendela” karya karya
Pringadi Abdi Surya dari surat kabar Kompas pada tanggal 27 Maret 2011.
2.
Tahap Analisis Data
Dalam teks ini puisi akan dianalisis sesuai dengan pendekatan dalam
menganalisis sebuah puisi, antara lain:
a)
Pendekatan Semiotik adalah pendekatan yang analisisnya
mempertimbangkan tentang tanda yang
mempunyai makna.
b)
Pendekatan Analitik adalah suatu pendekatan yang menganalisis unsur
intrinsik dalam puisi. Pendekatan Analitik dalam penelitian ini hanya sebagi
pelengkap dalam menyelesaikan penelitihan ini, karena fokus penelitian ada di pendekatan
Semiotik.
3.
Tahap Penyajian
Dalam tahap ini penyajian analisis yang digunakan dengan menggunakan
kata-kata biasa. Dengan menjelaskan secara rinci dan terurai hasil analisis pendekatan Semiotik puisi “Daun
Jendela” karya Pringadi Abdi Surya dari surat kabar Kompas.
TEMUAN
Penelitian dilakukan pada suatu pilihan
kata yang digunakan Pringadi Abdi Surya dalam puisi “Daun Jendela”. Secara umum puisi tersebut mengungkapkan gambaran perasaan Pringadi Abdi Surya yang mendalam mengenai hal yang
di lihatnya.
Dari judul puisi “Daun Jendela” memiliki makna
konotasi atau makna kias. Kata daun memiliki
makna bagian tanaman yang tumbuh berhelai-helai pada ranting. Namun, kata daun jendela merupakan sebuah makna kias yang berarti papan
penutup jendela.
Diksi
yang digunakan oleh Pringadi Abdi Surya menggunakan kata metafora yang bersimbolik dengan pendeskripsian dari apa yang dilihat oleh Pringadi Abdi
Surya.
Analisis I
Ia berharap ada yang membukanya setiap pagi
dan seekor burung gereja yang tersesat
bertengger ramah di
punggungnya.
Dalam larik tersebut terdapat tiga diksi
yang menggunakan kata yang bermetafor dan bersimbol yakni,
1.
Kata tersesat memiliki makna salah jalan.
Dalam larik tersebut kata tersesat dituhukan
kepada seekor burung. Hal itu hanyalah imaji pengarang mengenai apa yang
dilihatnya yang menganggao seekor burung yang hinggap ia katakan seperti sedang
tersesat.
2.
Kata ramah memiliki makna baik hati dan
menarik budi bahasanya. Ramah merupakan sebuah kata sifat yang ditujukan
kepada manusia, namun Pringadi Abdi Surya menganggap seekor burung dalam
puisinya memiliki makna yang sama dengan manusia.
3.
Kata punggungnya à punggung +
-nya.
Punggung
memiliki arti bagian belakang tubuh
manusia atau hewan. Dalam puisi Pringadi Abdi Surya kata ganti orang ketiga
dalam Kata punggungnya mangacu
pada jendela. Ia mengibaratkan sebuah jendela yang ia lihat memiliki punggung
yang sedang dihinggapi seekor burung.
Penggalan
larik dalam puisi “Daun Jendela” memiliki makna simbolik yakni perasaan imaji
Pringadi Abdi Surya yang seperti mengetahui perasaan jendela yang ingin ada
yang membukanya setiap pagi, dengan di hinggapi seekor burung gereja di atas
kusen jendela.
Analisis
II
Kutilang yang sering bernyanyi
dan belum belajar cara
membuang kotoran.
Ternyata, nyanyian kutilang pun tak sanggup menahan kematian.
Dalam larik tersebut terdapat tiga diksi
yang menggunakan kata yang bermetafor dan bersimbol yakni,
1.
Kata bernyanyi memiliki arti mengeluarkan
suara yang bernada. Kutilang yang sedang berkicau diibaratkan sedang bernyanyi
dalam Pringadi Abdi Surya.
2.
Kata belajar memiliki arti berusaha memiliki kepandaian
atau ilmu. Imaji Pringadi Abdi Surya mengibaratkan kutilang dapat belajar
seperti manusia untuk membuang kotorannya.
3.
Kata kematian meiliki arti proses kehilangan
nyawa. Kematian yang dimaksud oleh
Pringadi Abdi Surya berkontek pada jendela. Ia mengimajinasikan bahawa jendela
memliki nyawa dan sedangan di ambang kematian. Makna yang tersembungyi di
dalamnya yakni usia jendela kamar yang sudah tua.
Penggalan larik tersebut memiliki makna simbolik yakni Pringadi
Abdi Surya seolah tau jika kicauan burung kutilang dapat memperkuat jendela,
namun tidak. Jendela adalah makhluk tak hidup dan tidak akan pernah hidup.
Analisis
III
Ia tahu, di luar sana, udara semakin berat.
Dan maha hebat Tuhan yang menjinjing
matahari.
Dalam larik tersebut terdapat dua diksi yang
menggunakan kata yang bermetafor dan bersimbol yakni,
1.
Kata berat menyatakan suatu ukuran. Pringadi
Abdi Surya mengibaratkan bahwa udara memiliki berat.
2.
Menjinjing matahari. Pringadi Abdi Surya mengimajinasikan bahwa
matahari ada yang menjinjing. Padahal matahari berotasi sehinggap timbulah
siang dan malam.
Penggalan larik tersebut memiliki makna simbolik yakni
Pringadi Abdi Surya menganggap jendela (dalam teks : Ia) mengetahui keadaan di
luar rumah yang sedang terjadi anging besar, oleh karena itu Pringadi Abdi
Surya menyimbolkan sebagai udara semakin
berat.
Analisis
III
Sesekali, ia melirik
ke dalam kamar, dan
membuang suar lampu yang belum dipadamkan.
Seorang laki-laki tengah mendengkur
dan beradu sakti dengan
jam waker.
Dalam larik tersebut terdapat tiga diksi
yang menggunakan kata yang bermetafor dan bersimbol yakni,
1.
Kata melirik memiliki makna melihat dengan
tajam ke samping. Pringadi Abdi Surya menggunakan kata Ia menunjukan pelaku tindakan (melirik)
adalah jendela, karena konteks dari puisi Pringadi Abdi Surya adalah jendela.
Secara normal, jendela tidak memiliki mata, hanya saja Pringadi Abdi Surya
mengimajinasikan apa yang ia lihat seperti jendela dengan memiliki mata.
2.
Kata membuang memiliki simbol mengantarkan
cahaya. Karena sifat cahaya adalah menekan kesegala arah. Disitu Pringadi Abdi
Surya mendekskripsikan bahawa jendela tersebut d]sengan membuang cahaya, namun
ia dalam posisi terbuka dan cahaya dalam kamar keluar melalui jendela.
3.
beradu sakti dengan jam waker memiliki arti simbolik yakni tidur
malam.
SIMPULAN
Analisis
pendekata semiotik digunakan agar mengetahui makna yang terkandung dalam puisi.
Dalam puisi “Daun Jendela” memiliki makna simbolik yang di gunakan oleh
Pringadi Abdi Surya untuk mengiaskan maksud yang ada, yakni kata Daun
Jendela, tersesat,
ramah, punggungnya, bernyanyi, belajar, kematian, menjinjing matahari, melirik, membuang, beradu sakti dengan
jam waker, adalah kata yang
menggunakan kata kias dan bersimbolik yang di gunakan oleh Pringadi Abdi Surya
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2010. Pengantar Paresiasi Karya Sastra.
Malang: Sinar Baru Algesindo.
Ditto, Reifandi. 2011.
Sajak-Sajak Pringadi Abdi Surya di Kompas.com 27 Maret 2011. http://reinvandiritto.blogspot.com/2011/07/sajak-sajak-pringadi-abdi-surya-di.html (diakses pada
tanggal 7 Mei 2012)
Kasnadi., Sutejo. 2010.
Kajian Prosa. Yogyakarta: Pustaka Felicha.
Sariban. 2009. Teori dan penerapan penelitian
sastra. Surabaya: Lentera Cendikia
Siswanto Wahyudi. 2008. Pengantar
Teori Sastra. Jakarta: PT. Gramedia.
Surya, Pringadi Abdi. 2011. Daun Jendela, dalam KOMPAS,
27 Maret 2011
LAMPIRAN
Daun Jendela
Ia berharap ada yang membukanya setiap pagi
dan seekor burung gereja yang tersesat
bertengger ramah di punggungnya.
dan seekor burung gereja yang tersesat
bertengger ramah di punggungnya.
Engselnya
yang berkarat masih begitu kuat menahan
ketukan-ketukan angin di tiap malam sebelumnya.
Dulu, ada kutilang yang berkandang di dekatnya.
Kutilang yang sering bernyanyi
ketukan-ketukan angin di tiap malam sebelumnya.
Dulu, ada kutilang yang berkandang di dekatnya.
Kutilang yang sering bernyanyi
dan belum belajar
cara membuang kotoran.
Ternyata, nyanyian
kutilang pun tak sanggup menahan kematian.
Ia tahu, di luar sana, udara semakin berat.
Dan mahahebat Tuhan yang menjinjing matahari.
Sesekali, ia melirik ke dalam kamar, dan
membuang suar lampu yang belum dipadamkan.
Seorang laki-laki tengah mendengkur
dan beradu sakti dengan jam waker.
Ia tahu, di luar sana, udara semakin berat.
Dan mahahebat Tuhan yang menjinjing matahari.
Sesekali, ia melirik ke dalam kamar, dan
membuang suar lampu yang belum dipadamkan.
Seorang laki-laki tengah mendengkur
dan beradu sakti dengan jam waker.
Surat Kabar Kompas
Minggu, 27 Maret 2011
1 komentar:
Kalau posting file jangan di warna"in bu, susah di lihat dan kita yg mau baca gak bisa, cukup pke yg natural
Posting Komentar