BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Saat ini dunia pendidikan nasional
Indonesia berada dalam situasi “kritis” baik dilihat dari sudut internal
kepentingan pembangunan bangsa, maupun secara eksternal dalam kaitan dengan
kompetisi antar bangsa. Fakta menunjukkan bahwa, kualitas pendidikan nasional
masih rendah dan jauh ketinggalan dibandingkan dengan negara-negara lain.
Berbagai kritikan tajam yang berasal dari berbagai sudut pandang terus
ditujukan kepada dunia pendidikan nasional dengan berbagai alasan dan kepentingan.
Ada beberapa pihak yang menuding
bahwa krisis nasional sekarang ini bersumber dari pendidikan dan lebih jauh
ditudingkan sebagai kesalahan guru. Benarkah ada unsur “salah” pada guru?
Mungkin “ya” dan mungkin “tidak” bergantung dari sudut mana memandang dan
menilainya. Namun yang pasti ialah bahwa kondisi guru saat ini bersumber dari
pola-pola bangsa ini memperlakukan guru. Meskipun diakui guru sebagai unsur
penting dalam pembangunan bangsa, namun secara ironis guru belum memperoleh
penghargaan yang wajar sesuai dengan martabat serta hak-hak azasinya. Hal itu
tercermin dari belum adanya jaminan kepastian dan perlindungan bagi para guru
dalam pelaksanaan tugas dan perolehan hak-haknya sebagai pribadi, tenaga
kependidikan, dan warga negara.
1.2
Rumusan
masalah
a. Bagaimana
cara mewujudkan mutu pendidikan yang berkualitas di Indonesia?
b. Apa
saja kualifikasi yang sesuai bagi seorang guru dalam dunia pendidikan?
1.3
Tujuan
a. Mengetahui
cara mewujudkan mutu pendidikan yang berkualitas di Indonesia.
b. Mengetahui
pentingnya kualifikasi guru dalam dunia pendidikan.
BAB II
ISI
2.1
Perwujudan
Mutu Pendidikan yang Berkualitas
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
mutu adalah berkaitan dengan baik buruk suatu benda; kadar; atau derajat
misalnya kepandaian, kecerdasan dan sebagainya. Secara umum kualitas atau mutu
adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang
menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau
tersirat.
Mutu pendidikan dapat dilihat dalam
dua hal, yakni mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Proses
pendidikan yang bermutu apabila seluruh komponen pendidikan terlibat dalam
proses pendidikan itu sendiri. Faktor-faktor dalam proses pendidikan adalah
berbagai input, seperti bahan ajar, metodologi, saran sekolah, dukungan
administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan
suasana kondusif. Sedangkan, mutu pendidikan dalam konteks hasil pendidikan
mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu
tertentu.
Dalam konteks pendidikan, kualitas
yang dimaksudkan adalah dalam konsep relatif, terutama berhubungan dengan
kepuasan pelanggan. Pelanggan pendidikan ada dua aspek, yaitu pelanggan
internal dan eksternal (Kamisa, 1997, dalam Nurkholis). Pendidikan berkualitas
apabila:
a.
Pelanggan internal kepala sekolah, guru
dan karyawan sekolah) berkembang baik fisik maupun psikis. Secara fisik antara
lain mendapatkan imbalan finansial. Sedangkan secara psikis adalah bila mereka
diberi kesempatan untuk terus belajar dan mengembangkan kemampuan, bakat dan
kreatifitasnya.
b.
Pelanggan eksternal :
1.
Eksternal primer (para siswa): menjadi
pembelajar sepanjang hayat, komunikator yang baik dalam bahasa nasional maupun
internasional, punya keterampilan teknologi untuk lapangan kerja dan kehidupan
sehari-hari, inregritas pribadi, pemecahan masalah dan penciptaan pengetahuan,
menjadi warga negara yang bertanggungjawab (Phillip Hallinger, 1998, dalam Nurkholis).
Para siswa menjadi manusia dewasa yang bertanggungjawab akan hidupnya.
2.
Eksternal sekunder (orang tua, para
pemimpin pemerintahan dan perusahan); para lulusan dapat memenuhi harapan orang
tua, pemerintah dan pemimpin perusahan dalam hal menjalankan tugas-tugas dan
pekerjaan yang diberikan.
3.
Eksternal tersier (pasar kerja dan masyarakat
luas); para lulusan memiliki kompetensi dalam dunia kerja dan dalam
pengembangan masyarakat sehingga mempengaruhi pada pertumbuhan ekonomi,
kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial.
Kualitas pendidikan dapat
ditingkatkan melalui beberapa cara, seperti 1) meningkatkan ukuran prestasi
akademik melalui ujian nasional atau ujian daerah yang menyangku kompetensi dan
pengetahuan, memperbaiki tes bakat (Scolastik
Aptitude Test), sertifikasi kompetensi dan profil portofolio (portofolio profile), 2) membentuk
kelompok sebaya untuk meningkatkan gairah pembelajaran melalui belajar secara
kooperatif (coorperative learning),
3) menciptakan kesempatan baru di sekolah dengan mengubah jam sekolah menjadi
pusat belajar sepanjang hari dan tetap membuka sekolah pada jam-jam libur, 4) meningkatkan
pemahaman dan penghargaan belajar melalui penguasaan materi (mastery learning) dan penghargaan atas
pencapaian prestasi akademik, 5)
membantu siswa memperoleh pekerjaan dengan menawarkan kursus-kursus yang
berkaitan dengan keterampilan memperoleh pekerjaan (John Bishop, dalam
Nurkholis).
2.2
Kualifikasi
Guru dalam Dunia Pendidikan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
definisi kualifikasi adalah keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu,
atau menduduki jabatan tertentu. Jadi, kualifikasi mendorong seseorang untuk
memiliki suatu keahlian atau kecakapan khusus.
Pelaksanaan sistem pendidikan
selalu mengacu pada landasan pedagogik diktaktik. Untuk melihat kualifikasi
profesional guru dalam kesatuan paket yakni pendidik, pengajar dan pelatih
sebagai satu kesatuan operasional yang tidak dapat terpecah-pecah. Kualifikasi
guru dapat dipandang sebagai pekerjaan yang membutuhkan kemampuan yang mumpuni.
Bahkan, kualifikasi terkadang dapat dilihat dari segi derajat lulusannya.
Seperti dalam UU Sisdiknas 2003, ditetapkan bahwa guru Sekolah Dasar (SD) saja
harus lulusan Strara S-1, apalagi bagi guru yang mengajar pada tingkat Sekolah
Menengah Umum (SMU).
Menurut Anwar Jasin untuk mengukur
kemampuan kualifikasi guru dapat ditilik dari tiga hal. Pertama, memiliki
kemampuan dasar sebagai pendidik. Kualitas seperti ini tercermin dari diri
pendidik. Adapun persyaratan yang harus dimiliki oleh jiwa pendidik antara
lain:
a.
Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
b.
Berwawasan ideologi Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945.
c.
Berkepribadian dewasa, terutama dalam
melaksanakan fungsinya, sebagai orangtua kedua, in loco parentis, bagi
siswa-siswanya.
d.
Mandiri (independen judgement), terutama dalam mengambil keputusan yang
berkaitan dengan pembelajaran dan pengelolaan kelas.
e.
Penuh rasa tanggungjawab, mengetahui
fungsi, tugas dan tanggungjawabnya sebagai pendidik guru dan pelatih, serta
mampu memutuskan sesuatu dan melaksanakan tugasnya sesuai dengan fungsi, tugas
dan tanggungjawabnya, tidak menyalahkan pihak orang lain dalam memikul
konsekuensi dari keputusannya terutama yang berkaitan dengan pembelajaran dan
pengelolaan kelas.
f.
Berwibawa, mempunyai kelebihan terhadap
para siswanya terutama penguasaan materi pelajaran dan ketrampilan megerjakan
sesuatu dalam pembelajaran dan pengelolaan kelas.
g.
Berdisiplin, mematuhi ketentuan
peraturan dan tata tertib sekolah dan kelas.
h.
Berdedikasi, memperlihatkan ketekunan
dalam melaksanakan tugas membimbing, mengajar dan melatih para siswanya,
sebagai pengabdi atau ibadat.
Kedua, memiliki kemampuan umum
sebagai pengajar. Sebagai pengajar, seorang guru, di samping memiliki kemampuan
dasar sebagai pendidik, juga perlu dan harus memiliki kemampuan sebagai
prasyarat untuk mencapai kemampuan khusus dalam rangka memperoleh kualifikasi
dan kewenangan mengajar. Kemampuan umum itu terdiri dari atas penguasaan antara
lain:
a.
Ilmu pendidikan atau pedagogik, didaktik
dan metodik umum, psikologi belajar, ilmu-ilmu keguruan lain yang relevan dengan
jenis jenjang pendidikan.
b.
Bahan kajian akademik yang relevan
dengan isi dan bahan pelajaran (kurikulum) yang diajarkannya.
c.
Materi kurikulum (isi dan bahan
pelajaran) yang relevan dan cara-cara pembelajaran yang digunakan sebagai
pedomn kegiatan belajar mengajar.
d.
Kemahiran mengoperasionalkan kurikulum
(GBPP) termasuk pembuatan satuan pelajaran, persiapan mengajar harian,
merancang KBM, dan lain-lain.
e.
Kemahiran pembelajaran dan mengelola
kelas.
f.
Kemahiran memonitor dan mengevaluasi
program, proses kegiatan dan hasil belajar.
g.
Bersikap kreatif dan inovatif dalam
melaksanakan kurikulum, serta mengatasi masalah-masalah praktis pembelajaran
dan pengelolaan kelas.
Ketiga, mempunyai kemampuan khusus
sebagai pelatih. Kemampuas khusus ini bertujuan untuk melatih para siswanya
agar terampil menguasai materi pelajaran. Terutama mata pelajaran yang
membutuhkan ketrampilan langsung dari siswa. Karena itu, untuk memperoleh
kewenangan mengajar, guru berkewajiban menjabarkan program pembelajaran yang
tertera dalam rancangan kurikulum ke dalam sistem belajaran yang yang lebih
bersifat operasional.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Guru memiliki peran
penting dalam proses belajar mengajar. Guru berperan sebagai pendamping dan
fasilitator yang bertugas meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan,
keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan
seharusnya diketahui oleh anak. Oleh karena itu, guru harus mempunyai
kualifikasi yang bagus agar bisa mendidik anak didiknya. Menurut Anwar Jasin
untuk mengukur kemampuan kualifikasi guru dapat ditilik dari tiga hal. Pertama,
memiliki kemampuan dasar sebagai pendidik. Kedua, memiliki kemampuan umum
sebagai pengajar. Ketiga, mempunyai kemampuan khusus sebagai pelatih. Dari
situlah kualitas kualifikasi guru dapat
di lihat, apakah guru tersebut dapat meningkatkan pendidikan yang seperti di
harapkan atau tidak.
DAFTAR
PUSTAKA
Mujtahid. 2010. Memahami tentang Kualifikasi Guru. http://mujtahid-komunitaspendidikan.blogspot.com/2010/01/memahami-tentang-kualifikasi-guru.html
(diaskes tanggal 25 Juni 2011)
Soetjipto. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Surya, Muhammad. 2009. Mendidik Guru
Berkualitas untuk Pendidikan Berkualitas. http://hoesnaeni.wordpress.com/2009/01/28/mendidik-guru-berkualitas-untuk-pendidikan-berkualitas-2/
(diaskes tanggal 25 Juni 2011)
0 komentar:
Posting Komentar