Pak Huki (aku) dalam cerpen Air Mata Anakku karya M. Shoim Anwar adalah potert buram dari petinggi-petinggi
yang ada di Indonesia. Sementara Indonesia adalah negara demokrasi yang
berdasarkan pada Pancasila sebagai pijakan norma-norma dalam bermasyarakat. Pak
Huki terbiasa dengan cara cepat dan mudah mewujudkan keinginan yang menjadikan
kehidupan Pak Huki ikut meroket. Dari situlah penderitaan awal seorang Pak Huki
terjadi, hingga ia stres dan tidak dapat menerima masa pensiunnya.
Perkerjaan yang dilakoni oleh Pak
Huki berawal pencalonannya sebagai PNS hingga ambisinya menduduki jabatan wakil
kepala kantor hingga menjadi kepala kantor. Seperti dalam kutipan berikut.
Aku
tak ingin tak ingin kuliah, tapi ingin bekerja dapat bayaran. Dengan bekal
ijazah sekolah menengah atas itulah aku daftar tes pegawai negeri. Orang tua
sudah mencari lobi agar aku dapat diterima. Beberapa hari sebelum pengumuman,
ayahhku dapat telepon untuk menemui kepala kantor. Tawar-menawar pun terjadi.
Dan benar, berkat negosiasi itulah aku dapat lolos dan menyisihkan sakian
banyak pelamar. Aku rela uang rapelanku dipotong demi cepat turunnya SK
penempatan. (Air Mata Anakku, hal.
103)
... . Dengan cara ini pula aku sudah berhasil
menduduki jabatan wakil kepala di kantor. Tentu saja harus ada negosiasi dan
tahu sama tahu dengan atasan terlebih dahulu. Dan ini adalah persaingan
diam-diam di antara teman. (Air Mata
Anakku, hal. 105)
“Dia ini pakai pagar,” kata Mbak suryo.
“Maksunya apa, Mbah?” aku minta penjelasan.
“Dia juga minta bantuan ke orang tua. Jadi tidak
gampang menurunkan dia.”
“Saya mohon bantuan panjenengan, Mbah.”
(Air Mata Anakku,
hal. 105)
Dalam ketiga
kutipan cerpen tersebut, dapat dilihat bahwa sosok Pak Hadi merupakan orang yang tidak sportif dalam
bersaing untuk mendapatkan yang ia inginkan. Ia lebih memilih caranya sendiri
untuk bersaing dengan rekan-rekannya, yakni dengan melewati “pintu belakang”. Dalam perlakuannya
tersebut merupakan bentuk dorongan dari gaya hidup sebelumnya sebagai cara
untuk menggapai keinginan dengan mudah.
Gejala-gejala kejiwaan yang terjadi dalam tokoh Pak Hadi
merupakan gejala kejiwaan yang riil (nyata). Gejala-gejala tersebut juga
terjadi pada masyarakat yang ingin instan dalam mendapatkan yang mereka
inginkan. Dari situlah pengarang menghidupakan karakter tokoh Pak Huki yang
secara sadar diciptakan oleh pengarang.
Dalam teori psikologi menurut Sigmund Freud, kejiwaan
manusia terdiri atas tiga komponen, yakni id,
ego, super-ego. Id yang terdapat dalam cerpen tersebut yakni berawal dari
dorongan atau ambisi Pak Huki untuk mencalonkan diri sebagai pegawai negeri,
wakil kepala kantor, higga menjadi kepala kantor. Sumber utama Id terdapan
dalam pikiran Pak Huki pada masa anak-anak. Namun, dalam cerpen Air Mata Anakku kisah anak-anak Pak Huki
hanya diceritakan pada masa SMAnya, sehingga interpetasi terhadap id tokoh Pak
Huki ketika ujian akhir sekolah. Seperti dalam kutipan berikut.
… ,
pihak sekolah yang menjadi bingung untuk mencarikan cara supaya kami dapat
lulus semua. Kami memang tak pernah belajar.
“Huki, kamu kan siswa yang paling malas. Pingin lulus
kan? “ kata Pak Dar, kepala sekolah kami.
“Ya, Pak,” aku mengangguk.
“Nah, perhatikan untuk semua. Ada beberapa cara untuk
itu. Tapi rahasia. Jangan ketahuan orang luar. Jaga, ya?”
“Bereees,” kami serentak koor.
… , semua pengawas dan kepala sekolah sudah bekerja
sama untuk mengamankan cara ini demi menjaga citra sekolah di mata masyarakat.
Dalam kutipan
tersebut menunjukan bahwa ada cara yang tidak adil/ sportif dalam melaksanakan
ujian sekolah. Namun, dari fenomena tersebut tokoh Huki pun memiliki mindset dan menjadi nyaman dan ketgian
dengan cara yang baru ia dapatkan dari kepala sekolahnya. Hal tersebut terdapat
pada kutipan sebagai berikut.
Soal ujian, yang para pembuatnya harus dikarangtina,
soal disimpan di kantor polisi dan dijaga ketat, pihak sekolah ketika mengambil
dan menyetor harus dikawal polisi, tidak bermakna apa-apa. Aku dapat lulus
dengan mudah dengan cara-cara di atas. … (Air
Mata Anakku, hal. 105)
Dalam fenomena dan gejala yang
terdapat dalam kutipan-kutipan yang terdapat dalam cerpen Air Mata Anakku karya M. Shoim Anwar, menunjukan bahwa tokoh Pak
Huki menunjukkan adanya tindakan/ kebiasaan yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai pancasila dan UUD 1945.
0 komentar:
Posting Komentar